1.Israel Bunuh 5 Jurnalis Umpan Balik Media Internasional: “Serangan Terarah pada Kebebasan Pers”
Subusallam Israel Bunuh 5 Jurnalis Serangan udara Israel pada 10 Agustus 2025 menewaskan lima warga Al Jazeera, termasuk Anas al‑Sharif, di tenda wartawan dekat Rumah Sakit al‑Shifa, Gaza City. Ide ini dikenal sebagai “serangan terarah terhadap kebebasan pers” oleh Al Jazeera dan organisasi internasional—di tengah tuduhan Israel bahwa al‑Sharif adalah pemimpin sel Hamas, yang dibantah karena tidak disertai bukti konkret.
2. Kisah Anas al‑Sharif: Wartawan Pemberani hingga Detik Terakhir
Anas, lahir di kamp pengungsi Jabalia (1996), menjadi titik terang dalam pelaporan perang Gaza sejak Oktober 2023—menolak meninggalkan wilayah utara meski berkali-kali mendapat peringatan dan ancaman langsung dari militer Israel.
Ia bahkan terus bekerja meski ayahnya tewas pada Desember 2023 akibat serangan udara Israel. Pada akhirnya, pada 10 Agustus 2025, Anas ikut gugur dalam serangan udara yang menarget tenda wartawan.
Baca Juga: Sosok Samiullah, Kalkulator Hidup dari Afghanistan dengan Kemampuan Matematika Menakjubkan
3. Dampak Global & Sorotan Lembaga HAM
-
UN dan Negara Besar: Dewan Keamanan PBB mengadakan sesi darurat pasca-serangan; beberapa negara mengecam tindakan Israel, sementara AS menolak tuduhan genosida.
-
CPJ & RSF: Committee to Protect Journalists menyoroti pola membahayakan wartawan Gaza, menyebut tuduhan pemberontakan sebagai justifikasi palsu untuk serangan.
4. Pola Menyakiti Wartawan Gaza: Lebih dari Sekadar Angka
Ini bukan kematian pertama wartawan Al Jazeera. Sejak Oktober 2023, lebih dari 200 jurnalis telah tewas dalam perang ini. Banyak di antaranya mengalami tekanan, sanksi moral, hingga kehilangan keluarga akibat serangan udara.
Statistik menyayat hati: jumlah korban nyawa jurnalis dan pekerja media di Gaza mencapai ratusan.
5.Israel Bunuh 5 Jurnalis Reaksi Emosional dari Rekan & Kelompok Wartawan
Hani Mahmoud, rekan satu tim peliputan, menggambarkan dampak emosional yang luar biasa—penargetan ini bukan hanya kehilangan individu, tapi menghancurkan peluang akses internasional ke pihak yang membutuhkan wakil suara. Peristiwa ini menggambarkan strategi “membungkam” suara yang menyiarkan penderitaan warga Gaza.
Kesimpulan:
Peristiwa tragis ini mencerminkan konflik bukan hanya militer, tetapi juga kultural dan informasi—ssuara pemberani seperti Anas al‑Sharif menjadi sasaran, bukan semata karena keberanian mereka, tapi karena mereka menjembatani dunia dengan kisah-kisah di balik garis front.





